Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak perlu diragukan lagi, Janet Yellen adalah wanita perkasa yang tengah menjadi sorotan dunia keuangan global. Ibarat satu kernyitan dahi dari
Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) ini, akan bisa ikut menghitamputihkan perekonomian Amerika Serikat (AS) dan dunia.
Gerak gerik dan bahasa tubuh peraih gelar PhD dari Universitas Yale dan tercatat sebagai pengajar di Universitas California di Berkeley, Universitas Harvard, dan London School of Economics, selalu menjadi bahan tafsiran. Segala ucapan yang meluncur dari mulut wanita berusia 69 tahun itu dinanti miliaran pelaku pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia.
Sekali berucap, triliunan dolar AS bisa diraih dalam waktu sekejap atau bahkan hilang begitu saja, tergantung bagaimana sang investor bereaksi atas perkataannya.
Tak peduli kalau berdasar survei polling CNN Money pada Maret lalu, 70 persen penduduk Amerika Serikat ternyata tidak mengenal siapa Janet Yellen.
Bisa dimengerti kalau dalam setiap pertemuan Federal Open Market Committe (FOMC) Yellen selalu menjaga nada suaranya. Setiap berbicara mengenai prospek kebijakan The Fed ke depannya, Yellen selalu berusaha berbicara dengan nada suara yang dalam dan tenang, sebab ia tahu, sekali keluar nada tinggi dari mulutnya, pasar keuangan akan ikut bergejolak.
Sang komandan moneter Indonesia, Agus Martowardojo pun tak luput dari sihir Yellen. Dalam setiap kesempatan Gubernur Bank Indonesia itu selalu menyebut ketidakpastian atau kepastian The Fed lah yang selalu menjadi pertimbangan utama BI dalam menentukan BI Rate.
Sampai-sampai wartawan yang bertugas meliput Agus Marto pun hapal betul statemen-nya jika ditanya mengenai kondisi perekonomian global yang selalu saja menjadikan The Fed sebagai referensi kebijakannya.
"Kami menyadari ada ketidakpastian global yang ditimbulkan oleh The Federal Reserve di Amerika Serikat, untuk itu kami BI akan merespons dengan segala bauran kebijakan yang dimiliki oleh BI untuk menjaga rupiah di level yang aman,” begitu selalu ucapnya.
Bisa dimaklumi memang. Indonesia sempat mengalami masa bulan madu ketika AS dilanda resesi ekonomi 2008 lalu, portofolio investasi di AS sempat dinilai tidak menarik lagi akibat The Fed mematok Fed Rate di level 0 persen.
Akibatnya, banyak investor yang melarikan dananya ke negara-negara berkembang termasuk ke Indonesia, rupiah pun sempat menguat terhadap dolar AS.
Kini perekonomian AS terus mengalami perbaikan. Jumlah angka pengangguran terus menurun, angka pertumbuhan ekonomi pun bergerak positif ke arah dua persen tiap tahunnya.
The Fed pun Oktober tahun lalu sepakat memutuskan mengurangi stimulus (tapering off) dari semula US$ 85 miliar per bulan menjadi US$ 75 miliar per bulan berlaku Januari 2014 dalam pembelian obligasi jangka panjang.
Keputusan itu diambil setelah the Fed menyimpulkan adanya perbaikan ekonomi AS usai mengalami resesi terburuk sejak 1930.
Miliaran dolar AS diprediksi akan melayang kembali ke AS apabila Yellen dan rekan-rekannya setuju untuk menormalkan kembali kebijakan moneternya melalui instrumen suku bunga.
Keputusan akan diambil pada Kamis (17/9) pekan ini. Apabila keputusan FOMC menyebut kenaikan Fed Rate, maka suku bunga acuan negara Barrack Obama itu akan tidak lagi berada di level 0 persen.
Investor pasti akan heboh, walau seperti biasa setelah itu akan tenang kembali dan sadar bahwa dunia bukan hanya sekedar The Fed dan Yellen. Namun apabila Yellen memutuskan untuk menunda kenaikan lagi, pasar juga akan kembali bermain tebak-tebak buah manggis. Kira-kira kapan naiknya dan mengapa keputusan penormalan itu tak kunjung diambil?
Apapun keputusannya, pasar akan bergolak.
Sungguh panggung ini milik anda, Nyonya Yellen.
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150915142650-79-78880/menanti-sihir-nyonya-yellen-yang-perkasa/
0 comments:
Post a Comment